“Suasana pembagian sertifikat tanah program PTSL di Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung”.
Kabupaten Bandung —Sebanyak puluhan warga Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, menerima sertifikat tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang difasilitasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada Jumat (02/09/2025). Program ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan mencegah terjadinya sengketa lahan di masyarakat.
Kegiatan penyerahan sertifikat ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh dari pemerintah desa, di antaranya Kepala Desa Cibiru Hilir beserta perangkat desa, termasuk Sekretaris Desa Idin Saprudin, S.Ag., yang turut mendampingi proses pembagian sertifikat kepada warga. Kehadiran para aparat desa tersebut menjadi bentuk dukungan langsung terhadap pelaksanaan program nasional PTSL sekaligus wujud komitmen pemerintah desa dalam membantu masyarakat memperoleh legalitas atas tanah yang mereka miliki.
Raut lega terpancar dari wajah Asep Herman Sudrajat, warga Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Pria pekerja kantoran itu akhirnya bisa membawa pulang sertifikat tanah miliknya setelah berbulan-bulan menunggu melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Tadi saya dikabarkan oleh anak, bahwa ada pembagian sertifikat PTSL, dari kantor langsung kesini karena dengar kabar tidak dapat diwakilkan. Alhamdulillah lega juga, ya. Sekarang sudah bersurat, ada kekuatan hukumnya,” ujar Asep usai menerima sertifikatnya.
Asep mengaku proses pengurusan berjalan cukup lancar. Ia hanya perlu menyerahkan berkas dan menunggu proses dari desa serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bandung.
“Prosesnya cepat dan responsnya baik. Cuma agak lama di awal karena mungkin data kami baru lengkap belakangan,” ujarnya.
Kepala pelaksana PTSL Desa Cibiru Hilir, Idin Saprudin, S.Ag, yang juga Sekretaris Desa setempat, menjelaskan bahwa kegiatan pembagian sertifikat ini merupakan bagian dari program nasional yang telah diagendakan pemerintah pusat melalui BPN.
“Sejak kepemerintahan Presiden Jokowi, desa kami mendapat kuota sekitar 1.500 pembuatan sertifikat PTSL, tidak sebanyak kuota desa lain sebab desa kami mungkin lebih kecil. Hari ini dibagikan 79 sertifikat, minggu lalu 42, dan masih ada sekitar 225 lagi yang sedang dalam proses,” jelas Idin.
Ia menambahkan, PTSL merupakan program strategis pemerintah untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah warga.
“Kalau mengurus secara pribadi kan biayanya besar dan prosesnya lama. Lewat PTSL ini, warga cukup menyiapkan kelengkapan berkas, sementara biaya yang muncul hanya untuk kebutuhan teknis seperti materai dan pematokan,” ujarnya.
Idin menjelaskan, proses pelaksanaan PTSL di desanya dimulai dari sosialisasi kepada masyarakat. Pihak desa bersama BPN, kecamatan, dan kejaksaan melakukan pertemuan di tingkat RW agar warga memahami mekanisme program dan biaya teknis yang dibutuhkan.
“Pertama-tama kami adakan sosialisasi dulu di tiap RW bersama pihak BPN, kecamatan, dan kejaksaan, tujuannya supaya warga paham mekanisme PTSL ini, termasuk tahapan pengurusan dan biaya teknis yang memang sudah diatur,” Ujar Idin.
Setelah sosialisasi, warga mengumpulkan berkas yang diverifikasi oleh tim desa. Tim kemudian melakukan pengukuran lahan dengan teknologi geotagging satelit, di mana koordinat tanah langsung terdata dalam sistem nasional. Jika belum terdaftar, BPN akan membuatkan Nomor Induk Bidang (NIB) baru untuk setiap lahan. Namun, di lapangan tak jarang muncul kendala, terutama dalam hal data dan status kepemilikan, sebab mungkin ada kekeliruan dalam mengelola data kepemilikan tanah.
“Kadang ada tanah warisan atau jual beli lama yang tidak dilaporkan ke desa. Akibatnya, data tidak sinkron atau malah tumpang tindih,” jelas Idin.
Meski begitu, semua persoalan dapat diselesaikan melalui klarifikasi sebelum sertifikat dicetak dan diserahkan ke pemilik sah. Bagi warga seperti Asep, sertifikat tanah memiliki arti penting yang lebih dari sekadar dokumen hukum. Ia mengibaratkannya sebagai “jati diri rumah” yang harus dijaga dengan baik.
“Sama seperti perhiasan yang harus punya surat, tanah juga begitu. Sekarang kami punya bukti sah dan merasa lebih tenang,” ucapnya.
Asep belum berencana memanfaatkan sertifikat itu untuk keperluan usaha atau pinjaman bank. Baginya, saat ini yang terpenting adalah menyimpan dokumen tersebut dengan aman. “Mau dimuseumkan dulu di rumah, disimpan baik-baik. Yang penting sekarang sudah punya dasar hukum yang kuat,” tambahnya sambil tersenyum.
Menurut Idin, manfaat terbesar dari program PTSL adalah meningkatnya kesadaran warga terhadap pentingnya legalitas tanah. Sertifikat tanah tidak hanya berfungsi sebagai bukti kepemilikan, tapi juga mencegah potensi sengketa dan tumpang tindih lahan di kemudian hari.
“Sertifikat itu diakui secara nasional dan datanya sudah terhubung secara digital. Dulu banyak yang tumpang tindih, sekarang lebih tertib dan jelas,” katanya.
Ia juga menekankan agar masyarakat menjaga dokumen tersebut dengan baik agar dikemudian hari dapat di pergunakan dan menjadi bukti apabila ada permasalahan yang dikhawatirkan membahayakan status kepemilikan tanah.
“Jangan digadaikan sembarangan atau diserahkan ke pihak lain tanpa dasar hukum. Sertifikat ini adalah bukti hak milik yang sah, dan menjadi warisan penting bagi keturunan kita,” tambahnya.
Baik pemerintah desa maupun warga berharap program PTSL terus berlanjut dan semakin baik dari segi pelayanan maupun sosialisasi. Asep, misalnya, berharap agar ke depan ada petugas khusus yang membantu warga saat proses pendaftaran agar lebih tertib dan terarah.
“Tadi saya dan beberapa warga sempat kebingungan, tidak ada yang mengarahkan jadi langsung masuk aja, ternyata harus mengisi daftar registrasi dulu agar bisa dipanggil untuk tanda tangan. Kalau di depan ada petugas yang mengarahkan, pasti lebih tertib dan jelas,” ujarnya.
Sementara itu, Idin berharap kuota sertifikasi untuk Desa Cibiru Hilir bisa terus ditambah agar seluruh warga mendapatkan kepastian hukum atas tanahnya.
“Masih banyak warga yang belum terdaftar. Kami ingin semua warga kebagian dan punya kepastian hukum yang sama,” katanya.
Program PTSL di Desa Cibiru Hilir menjadi salah satu contoh nyata sinergi antara pemerintah pusat dan desa dalam memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Dengan legalitas tanah yang kini dimiliki, warga seperti Asep merasa lebih tenang dan yakin bahwa hak atas tanahnya kini terlindungi oleh hukum.
“Dulu status tanah saya masih mengkhawatirkan, sekarang sudah terang jelas karena sudah memiliki sertifikat,” ujar Asep menutup perbincangan dengan senyum lega.
Reporter: Muhammad Azril Hafizurrahman